BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Perbankan Syari'ah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syari'ah dan Unit Usaha-Usaha Syari'ah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usaha lainnya. Pengembangan system ekonomi berdasarkan nilai
Islam (syari'ah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam system
hukum Nasional. Prinsip Syari'ah itu berdasarkan nilai keadilan,
kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan, yaitu rahmatan lil 'alamin.
Nilai-nilai tersebut diaplikasikan dalam pengaturan perbankan syariah
berdasarkan prinsip syari'ah. Prinsip Perbankan syari'ah merupakan bagian dari
ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi
adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya dan menggunakan sistem antara
lain prinsip bagi hasil.
Kegelisahan umat Islam
Indonesia dalam persoalan riba ini dirasakan oleh Majlis Ulama Indonesia Pusat
sehingga dikeluarkanlah Fatwa No 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (interest) tanggal
24 Januari 2004 yang menyatakan bahwa hukum praktek pembungaan uang
adalah riba nasiah yang hukumnya haram. Oleh sebab itu bagi yang sudah ada di
wilayahnya kantor Lembaga Keuangan Syari'ah dan mudah dijangkau maka tidak
dibolehkan melakukan transaksi dengan perhitungan bunga. Sedangkan bagi wilayah
yang belum ada kantor/ jaringan lembaga keuangan syariah diperbolehkan
melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional
berdasarkan prinsip dharurat/hajat.
- Permasalahan
a.
Kompetensi Absolut.
b.
Mengenal sekelumit
Undang-Undang Perbankan Syariah.
c.
Jenis dan Kegiatan Usaha
Bank Syariah
d.
Produk dan Jasa Perbankan
e.
Beda Bank Syariah dengan
Bank Konvensional
BAB
II
PEMBAHASAN
- Kompetensi
Absolut.
Pasal 49 Undang Undang No 7
Tahun 1989 yang diubah disempurnakan oleh Undang-Undang No 3 tahun 2006
menjelaskan kewenangan Pengadilan Agama, sebagai berikut:
"Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang bergama Islam di bidang:
- perkawinan;
- waris;
- wasiat;
- hibah;
- wakaf;
- zakat;
- infaq;
- shadaqah;
dan
- ekonomi
syari'ah".
Dalam penjelasan pasal 49
huruf i: Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah,
antara lain meliputi:
- bank
syari'ah;
- lembaga
keuangan mikro syari'ah;
- asuransi
syari'ah;
- reasuransi
syari'ah, reksadana syari'ah;
- obligasi
syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
- sekuritas
syari'ah, pembiayaan syari'ah;
- pegadaian
syari'ah'
- dana
pensiun syari'ah lembaga keuangan syari'ah; dan
- bisnis
syari'ah.
Yang dimaksud dengan
orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang
dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Islam mengenai
hal-hal yang kewenangan Pengadilan Agama. Berdasarkan UU No 3 tahun 2006
tersebut jelas kewenangan ekonomi syari'ah berdasarkan Asas Personalitas
Keislaman adalah
menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama. Artinya, ketika terjadi sengketa
meskipun sebagian subyeknya bukan beragama Islam. maka mereka menyelesaikannnya
di Pengadilan Agama.
- Mengenal sekelumit
Undang-Undang Perbankan Syariah.
Undang-Undang Tentang
Perbankan Syari'ah terdiri dari 13 Bab, dengan 70 pasal.
Bab I. Ketentuan Umum ( pasal 1)
Bab II Asas Tujuan dan Fungsi
(pasal 2 s.d 4)
Bab III Perizinan, Bentuk Badan Hukum,
Anggaran Dasar, dan Kepemilikan'.(pasal 5 s.d 17).
Bab IV Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan
Penyaluran Dana dan Larangan Bagi Bank Syari'ah dan UUS (pasal 18 s.d 26.
Bab V Pemegang Saham Pengendali,
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syari'ah, Direksi dan Tenaga Kerja Asing. (Pasal
27 s.d 33).
Bab VI Tata kelola, Prinsip
Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syari'ah (pasal 34 s.d 40 )
Bab VII Rahasia Bank (pasal 41 49).
Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan (pasal 50
s.d 54)
Bab IX Penyelesaian
sengketa (pasal 55 )
Bab X Sanksi
Adminsitratif (pasal 56 s.d 58)
Bab XI Ketentuan
Pidana (pasal 59 s.d 66)
Bab
XII Ketentuan Peralihan (pasal 67 s.d 68)
Bab
XIII Ketentuan Penutup (pasal 69 s.d 70).
- Jenis dan
Kegiatan Usaha Bank Syariah
Dalam pasal 18 Undang Undang Perbankan Syari'ah
dijelaskan bahwa Bank Syari'ah terdiri atas Bank Umum Syari'ah dan Bank
Pembiayaan Syari'ah.
Dalam Penjelasan pasal 19
disebutkan sebagai berikut:
(1) Kegiatan
Usaha Bank Umum Syari'ah meliputi:
- Menghimpun dana dalam bentuk
simpanan berupa Giro, Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain yang tidak
beertentangan dengan prinsip syari'ah.
- Menghimpun dana dalam bentuk
investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lainnya yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari'ah
- Menyalurkan pembiayaan bagi
hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah
- Menyalurkan pembiayaan
berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna' atau akad lainnya
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah.
- Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syari'ah
- Menyalurkan
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah dan /atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah;
- Melakukan
pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari'ah;
- Melakukan
usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah;
- Membeli,
menjual atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syari'ah,
antara lain seperti akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah,
Kafalah, atau Hawalah;
- Membeli
surat berharga berdasarkan prinsip syari'ah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
- Menerima
pembayaran dan tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syari'ah
- Melakukan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasarkan Prinsip Syari'ah;
- Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip
syari'ah
(2) Kegiatan
Unit Usaha Syariah (UUS) meliputi:
a.
Menghimpun dana dalam
bentuk simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad wadi'ah atau akad yang lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syari'ah
b.
Menghimpun dana dalam
bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syari'ah
c.
Menyalurkan pembiayaan bagi
hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syari'ah;
d.
Menyalurkan pembiayaan
berdasarkan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna' atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari'ah;
e.
Menyalurkan pembiayaan
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan akad
ijarah dan/atau sewa beli Muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syari'ah;
f.
Menyalurkan Pembiayaan
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan akad
Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah muntahiya bitamlik (IMBT) atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari'ah;
g.
Melakukan pengambilalihan
utang berdasarkan akad Hawalah atau akad lain yang tidak bertengan dengan
Prinsip Syari'ah;
h.
Melakukan usaha kartu debit
dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah;
i.
Membeli dan menjual surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syari'ah antara lain seperti akad jarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah,
Kafalah, atau Hawalah;
j.
Menerima pembayaran dari
tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau
antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syari'ah;
k.
Menyediakan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
l.
Memindahkan uang, baik
untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarkan Prinsip Syari'ah;
m. Memberikan
fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syari'ah;
n.
Melakukan kegiatan lain
yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syari'ah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam Penjelasan pasal 20 Undang Undang
Perbankan Syari'ah dinyatakan pula, sebagai berikut:
(1) Selain
melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), Bank
Umum Syari'ah dapat pula:
a.
Melakukan kegiatan valuta
asing berdasarkan Prinsip Syari'ah;
b.
Melakukan
kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syari'ah atau lembaga
keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari'ah;
c.
Melakukan kegiatan
penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syari'ah dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
d.
Bertindak sebagai pendiri
dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syari'ah;
e.
Melakukan kegiatan dalam
pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari'ah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
f.
Menyelenggarakan kegiatan
atau produk Bank yang berdasarkan prinsip Syari'ah dengan menggunakan sarana
elektronik.
g.
Menerbitkan, menawarkan dan
memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip Syari'ah baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
h.
Menerbitkan, menawarkan dan
memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syari'ah baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan
i.
Menyediakan produk atau
melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syari'ah lainnya berdasaarkan Prinsip
Syariah.
(2) Selain
melakukan kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud pasal 19 ayat (2) UUS dapat
pula:
a.
Melakukan kegiatan valuta
asing berdasarkan Prinsip Syariah;
b.
Melakukan kegiatan dalam
pasal modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari'ah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
c.
Melakukan kegiatan
penyertaan modal sementara untuk mengatur akibat kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
d.
Menyelenggarakan kegiatan
atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syari'ah dengan menggunakan sarana
elektronik;
e.
Menerbitkan, menawarkan dan
memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syari'ah baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
f.
Menyediakan produk atau
melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan
Prinsip Syari'ah.
Begitu juga kegiatan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dijelaskan dalam pasal 21 yaitu: meliputi menghimpun
dana masyarakat melalui simpanan dan Investasi dan menyalurkan dana kepada
masyarakat dalam bentuk Bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau Musyarakah,
akad Murabahah, Salam, atau Istishna'. Pembiayaan akad Qardh, Pembiayaan dengan
Ijarah atau IMBT dan pengambilalihan utang dengan akad Hawalah.
Begitu juga menempatkan
dana pada Bank Syariah lainnya dalam bentuk titipan dengan akad Wadi'ah,
memindahkan uang melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di
Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional dan UUS, dan menyediakan produk atau
melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah.
Dalam Penjelasan Undang
Undang Perbankan Syari'ah dinyatakan bahwa pengertian kegiatan usaha
yang dilakukan dengan akad wadi'ah adalah akad penitipan
barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang
diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta
keutuhan barang atau uang.
Kegiatan usaha dengan akad
mudharabah dalam menghimpun dana artinya adalah semacam akad kerjasama
antara pihak pertama (malik, sahibul maal, atau nasabah) sebagai pemilik dana
dan pihak kedua ('amil, mudharib, atau Bank Syari'ah) yang bertindak sebagai
pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.
Dalam penjelasan pasal 19
Undang-undang Perbankan Syari'ah itu dijelaskan bahwa kegiatan usaha
dalam akad Mudharabah dalam Pembiayaan adalah akad
kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (malik, sahibul maal atau Bank
Syari'ah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ('amil, mudharib, atau
nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha
sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh Bank Syariah, kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
Kegiatan usaha dengan
menggunakan akad musyarakah yaitu akad kerjasama di antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan
porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana
masing-masing.
Kegiatan usaha dengan
menggunakan akad murabahah yaitu akad pembiayaan suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarkan
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Pembiayaan
dengan akad salam artinya akad pembiayaan suatu barang dengan
pemesanan dan pembayaran harga dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu
yang disepakati. Sedangkan pembiayaan dengan akad istishna' adalah
akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan pesyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli
(mustashni') dan penjual atau pembuat (shani').
Penyaluran pembiayaan
berdasarkan akad qardh yaitu akad pinjaman dana kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan yang diterimanya pada waktu
yang telah disepakati.
Yang dimaksud dengan akad
ijarah dalam penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Melakukan pengambilalihan
utang dengan akad hawalah artinya suatu akad pengalihan utang
dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.
Sedangkan akad kafalah artinya akad pemberian jaminan
yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafil)
bertanggungjawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima
jaminan (makful).
Yang dimaksud dengan akad wakalah adalah
akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas
nama pemberi kuasa.
- Produk dan
Jasa Perbankan
Produk Perbankan syariah
dapat dibagi tiga bagian.
1. Penyaluran
dana.
2. Penghimpunan dana.
3. Jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya.
Bank Syariah dalam
kegiatan menyalurkan dananya kepada nasabah maka pembiayaan
syariah secara garis besarnya terbagi tiga kategori:
1.
Transaksi untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2.
Transaksi untuk mendapatkan
jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3.
Transaksi dengan
kerjasama untuk mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi
hasil.
Pada kategori pertama dan
kedua tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagia harga atas
barang atas jasa yang dijual. Produk kelompok ini menggunakan prinsip jual
beli, seperti murabahah, salam, istishna' serta
yang menggunakan prinsip sewa seperti ijarah. Pada kategori ketiga
tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha
sesuai dengan prinsip bagi hasil dengan nisbah yang disepakati. Produk yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah atau mudharabah.
Prinsip
jual beli diadakan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi
jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang, seperti
a. Pembiayaan Murabahah.
Pembiayaan ini
dikenal juga dengan Bai' bitsamanin Ajil. Murabahah berasal
dari kata ribhu yang artinya keuntungan. Murabahah adalah
transaksi jual beli dimana bank menyebut keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual sedangkan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan Syari'ah
Murabahah lazimnya dilakukan dengan cicilan, artinya barang diserahkan segera
setelah adanya akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Pembiayaan Salam.
Salam merupakan transaksi
jual beli yang barangnya sendiri belum ada dan pembayarannya secara tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli sedangkan nasabah sebagai penjual. Ciri khasnya,
ditentukan secara pasti kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang.
Dalam prakteknya, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau cicilan. Harga jual yang yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari
nasabah ditambah keuntungan. Ketika bank menjualnya secara tunai disebut dengan
pembiayaan talangan (bridging financing). Ketika bank menjualnya secara
cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual itu dicantumkan dalan akad jual beli.yang jika disepakati tidak
dapat berubah selama berlakunya akad. Misalnya, pembelian komoditi pertanian
oleh bank yang kemudian dijual kembali oleh bank secara tunai atau cicilan.
Praktek salam ini
spesifikasinya harus jelas baik jenis, macam, ukuran mutu maupun jumlahnya.
Ketika hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka
nasabah harus bertanggungjawab dengan cara mengembalikan dana yang diterimanya
atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan. Bank tidak menjadikan barang
yang dibeli atau dipesan sebagai persediaan (inventory), maka bank akan
melakukan akad salam lagi kepada pihak ketiga atau pembeli kedua seperti Bulog
atau pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan Salam
Paralel (al-Muwazy).
c. Istishna'
Produk Istishna' sama
halnya dengan salam juga. Bedanya dalam istishna' pembayarannya dilakukan bank
beberapa termyn. Biasanya bank Syariah mengaplikasikannya pada pembiayaan
manufaktur dan konstruksi. Dengan ketentuan kuantitas dan kualitas, macam dan
ukurannya jelas. Harga jual yang disepakati dicantumkan dalam akad istishna'
yang tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Ketika terjadi perubahan
kriteria pesanan setelah akad ditandatangani maka biaya tambahan ditanggung
nasabah.
Prinsip
Ijarah atau sewa sama juga dengan jual beli,
hanya perpindahannya bukan barang tapi manfaatnya atau jasa. Pada akhir masa
sewa bank dapat menjual barang yang disewakan itu kepada nasabah yang
disebut Ijarah Muntahiya bittamlik (IMBT) Harga sewa dan harga
jual disepakati pada awal perjanjian.
Prinsip
Bagi Hasil dikenal dengan Musyarakah dan
Mudharabah.
a.
Musyarakah.
Musyarakah disebut juga
dengan syirkah atau kongsi atau serikat. Transaksi ini berdasarkan keinginan
para pihak untuk bekerjasama guna meningkatkan nilai asset yang dimiliki secara
bersama baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi pihak yang
berkerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan
(enterpreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment), hak paten atau barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan
uang. Dengan ketentuan sebagai berikut:
- Bahwa
semua modal disatukan menjadi modal proyek musyarakah dan dikelola
bersama-sama.
- Pemilik
modal berhak untuk menentukan kebijakan yang dilaksanakan pelaksana
proyek.
- Pemilik
modal tidak boleh melakukan tindakan menggabungkan dana proyek dengan
harta pribadi,
- Menjalankan
proyek dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya dan memberi
pinjaman kepada pihak lainnya.
- Setiap
pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan pihak lain.
- Setiap
pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama bila menarik diri dari
perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak cakap hukum.
- Biaya yang
timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama.
- Keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi
kontribusi modal. Proyek yang akan dijalankan disebutkan dalam akad
musyarakah.
- Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang
disepakati untuk bank.
b.
Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk
kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal (sahibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan perjanjian
pembagian keuntungan. Kerjasama ini dengan kontribusi 100% modal dari sahibul
maal dan keahlian dari mudharib (pengelola). Transaksi ini tidak menyaratakan
adanya wakil sahibul maal dalam pelaksanaan proyek. Karena itu Mudharib harus
bertindak hati-hati dan bertangungjawab atas kerugian yang terjadi akibat
kelalaian. Mudharib mengelola modal untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan antara musyarakah
dan mudharabah adalah besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan. Dalam
hal Mudharabah modal hanya dari satu pihak saja, sedangkan musyarakah modal
dari dua pihak atau lebih. Perjanjian kepercayaan ini disebut dengan Uqud
al-Amanah yang menuntut kejujuran dan menjunjung keadilan. Secara umum
ketentuannya adalah:
1) Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah sebagai pengelola proyek harus tunai,
dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dengan uang.. Bila uang
diserahkan secara bertahap harus jelas tahapnya dan disepakati bersama.
2)
Hasil dan pengelolaan pembiayaan mudharabah diperhitungkan
dengan cara:
a.
Perhitungan dengan dengan
pendapatan proyek (revenue sharing)
b.
Perhitungan dengan
keuntungan proyek (profit sharing).
3)
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau
waktu yang disepakati.
4)
Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian
dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
5)
Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak
mencampuri urusan/pekerjaan nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja
misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menundanya dapat dikenakan sanksi
administrasi.
6)
Karakteristik Mudharabah Muqayyadah terletak adanya pembatasan
penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.
4. Dalam Akad
Pelengkap diperlukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, bukan
untuk mencari keuntungan, seperti:
a.
Hiwalah /Hawalah (Anjak utang piutang)
Hiwalah
atau Hawalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam
prakteknya, hiwalah untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai
untuk melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan
piutang untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul. Untuk bank perlu
melakukan perelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi
antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Misalnya
seorang suplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang
akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan likuiditas maka suplier
meminta bank untuk mengambil alih piutangnya, sehingga bank yang akan menerima
pembayaran dari pemilik proyek.
c.
Gadai ( Rahn)
Akad rahn berguna untuk
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria, seperti:
1.
Milik nasabah sendiri;
2.
Jelas ukuran, sifat dan
nilainya yang ditentukan dengan nilai riil pasar.
3.
Dapat dikuasai namun tidak
boleh dimanfaatkan oleh bank. Dengan izin bank nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang
digadaikan. Bila barang itu cacat dan rusak maka nasabah yang bertangung jawab
4.
Bila nasabah
wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan
atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan
seizin bank. Bila penjualan barang melebihi kewajiban maka kelebihan tersebut
menjadi milik nasabah. Bila penjualan barang itu berkurang maka nasabah
menutupi kekurangannya.
5.
Qard (pinjaman uang)
Aplikasi
qardh dalam Perbankan Syari'ah biasanya dalam empat hal.
- Sebagai pinjaman
talangan haji, nasabah akan melunasi pinjamannya sebelum keberangkatan
haji.
- Sebagai
pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syari'ah dimana
nasabah diberi keleluasaan menarik uang uang tunai milik bank melalui ATM
Nasabah akan mengembalikan sesuai dengan waktu yang ditentukan
- Sebagai
pinjaman kepada pengusaha kecil, yang menurut perhitungan bank akan
memberatkan pengusaha dengan pembiayaan skema jual beli, ijarah atau bagi
hasil.
- Sebagai pinjaman
kepada pengurus bank dimana bank memastikan terpenuhinya kebutuhan
pengurus bank, yang dikembalikannya melalui cicilan dengan pemotongan
gaji.
d.
Wakalah (Perwakilan
Wakalah dalam aplikasi
Perbankan Syari'ah ketika nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya guna melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti pembukaan L/C, inkaso
dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian jasa
harus cakap hukum. Dalam pembukaan L/C bila dana nasabah tidak cukup
penyelesainnya dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah,
mudharabah atau musyarakah.
Kelalaian dalam dalam
menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena force
majuere menjadi tanggung jawab nasabah. Bila bank yang ditunjuk lebih dari satu
masing-masing bank tidak boleh sendiri tanpa musyawarah dengan bank lain,
kecuali seizin nasabah.
Tugas wewenang dan
tanggungjawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang
dilakukan mengatasnamakan nasabah. Atas pelaksanaan tersebut
bank mendapatkan pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian
kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah
dan bank.
e.
Kafalah (Garansi Bank)
Garansi Bank dapat
diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas
ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip
wadi'ah. Bank menerima pengganti biaya atas jasa yang diberikannya
Dalam hal menghimpun
dana dari masyarakat, maka Bank Syariah tersebut dapat
melakukan kegiatan dalam bentuk wadi'ah dan mudharabah.
Prinsip yang digunakan dalam menghimpun dana adalah:
1. Prinsip Wadi'ah
Prinsip wadi'ah yang
diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadh'ah dhamanah berbeda dengan wadi'ah amanah.
Dalam wadi'ah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan
oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama dengan qardh,
dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik dana tidak
mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan.
2. Prinsip
Mudharabah
Dalam hal
menggunakan prinsip mudharabah deposan bertindak sebagai
sahibul maal dan bank sebagai pengelola dengan cara bagi hasil atas nisbah yang
disepakati. Bank yang menggunakan bertanggungjawab penuh atas kerugian yang
terjadi. Prinsip ini dalam produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Dalam kewenangan yang
diberikan pihak penyimpan ada yang disebut Mudharabah muthlaqah yaitu
tidak ada pembatasan bagi Bank dalam menggunakan dana yang dihimpun,Ketentuan
dalam produk ini adalah:
- Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara
pebentukan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang
dapat timbul dari penyimpanan dana.
- Untuk tabungan
mudharabah bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti peyimpanan
serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk
deposito mudharabah bank wajib memberikan tanda setifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
- Tabungan
mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan
perjanjian yang disepakati. Namun tidak diperkenankan mengalami saldo
negatif.
- Deposito
mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan
diperlakukan sama dengan deposito baru, tetapi bila pada akad sudah
dicantumkan perpanjangan, maka tidak perlu dibuat akad baru.
- Ketentuan
lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
Dalam hal Mudharabah
muqayyadah on Balance sheet merupakan simpanan khusus (restricted
invesment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi bank, seperti syarat untuk bisnis tertentu atau dengan akad tertentu
atau untuk nasabah tertentu. Ketentuan jenis simpanan ini adalah:
- Pemilik
dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti. Bank wajib
membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan
khusus.
- Bank wajib
mdemberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara
pemberitahuan keuntungan daan atau pembagian keuntungan secara risiko yang
dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Bila telah tercapai kesepakatan
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
- Sebagai
bukti tanda simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
- Bagi
deposito mudharabah bank wajib memberikan sertifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
Dalam
menghimpun dana dengan jenis Mudharabah Muqayyadah off
Balance sheet yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya
dimana bank sebagai perantara ( arranger) yang mempertemukan antara pemilik
dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang
harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang dibiayai dari
pelaksana usahanya. Karakteristik jenis usaha ini adalah sebagai berikut:
- Sebagai tanda bukti simpanan, bank meneribitkan
bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya.Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administratif.
- Dana simpanan khusus harus disalurkan secara
langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana
- Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak.Sedangkan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha berlaku nisbah
bagi hasil.
3. Akad
Pelengkap
Dalam hal
membicarakan akad Pelengkap guna memudahkan pelaksanaan pembayaran
diperlukan adanya akad pelengkap. Akad pelengkap bukan untuk mencari keuntungan
tetapi mempermudah pelaksanaan pembiayaan.Dalam akad ini
dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya hanya untuk menutupi
biaya yang riil terjadi.
Dalam
hal jasa, bank syariah dapat melakukan pelayanan antara
lain jual beli valuta asing (sharf) dan Ijarah (sewa) seperti penyewaan kotak
simpanan (safe deposit box) dan jasa tatalaksana administrasi dokumen
(custodian), sehingga bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
- Perbedaan
Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Setelah mengenal
operasional Perbankan Syariah dapat diamati bahwa yang menjadi perbedaan
mendasar antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah sebagai berikut:
- Dari segi
Falsafahnya, Bank Syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi dan tadlis
(ketidakjelasan), sementara bank konvensional berdasarkan bunga.
- Dari segi
Operasionalnya, dana masyarakat di Bank Syariah berupa titipan, dan
investasi, baru mendapatkan hasil bila diusahakan lebih dahulu, serta
disalurkan pada usaha (sektor riil) yang halal dan
menguntungkan, sementara bank konvensional dana masyarakat harus dibayar
bunganya pada saat jatuh tempo, sedangkan pada penyalurannya pada sektor
yang menguntungkan tanpa memerhatikan aspek halalnya.
- Dari segi
Organisiasinya, Bank Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
akan bertindak selaku pengawas dalam beroperasinya bank syariah supaya
bergerak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sedangkan bagi bank
konvensional tidak ada dewan pengawas.
BAB
III
Kesimpulan
- Ekonomi
syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip Syariah. Prinsip Syari'ah adalah prinsip ekonomi yang
menghindarkan terjadinya MAGHRIB, yaitu maysir, aniaya (zalim) garar dan
gubun, haram, riba, ihtikar dan bathil.
- Prinsip
dasar yang membedakan ekonomi Syariah dengan ekonomi konvensional adalah
keridhaan (kebebasan berkontrak) antara pihak-pihak, ta'awun, bebas riba,
bebas garar, bebas tadlis (ketidakjelasan), bebas maysir, bebas dari
penipuan dan penganiayaan, objeknya yang halal dan penuh kejujuran
(amanah).
- Produk
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah Ijarah, dan produk jasa keuangan yang
sifatnya ta'awun yang diapliasikan oleh perbankan syari'ah terlaksana
secara transparansi, berkeadilan, berkemitraan dan universalitas, membuat
jiwa pihak-pihak yang bertransaksi pada gilirannya menjadi tenang dan
nyaman.
- Kewenangan
mengadili ketika terjadi sengketa adalah kewenangan absolut Pengadilan
Agama, kecuali dalam akta akad ada klausul yang memilih badan lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwari,
Achmad. 1980. Praktek Perbankan di Indonesia (Kredit Investasi). Jakarta:
Balai Aksara.
Arifin, Zainal. 2002. Dasar-dasar
Manajemen Bank Syari’ah. Jakarta: Alvabet.
BASYARNAS. Profil
dan Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional. 2006. Jakarta
Budi, Untung. 2000. Kredit
Perbankan di Indonesia .Yogyakarta: Andi Offset.
Dahlan,
Abdul Aziz dkk.1997. Ensiklopedia Hukum Islam.Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Houve .
0 komentar:
Posting Komentar