KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
Perkembangan dan Urgensi Ekonomi Islam Ekonomi Islam saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari maraknya lembaga-lembaga perekonomian baik bisnis maupun keuangan yang melaksanakan usahanya dengan berdasarkan syariat Islam. Beberapa lembaga tersebut antara lain bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah, dll. Ekonomi Islam pun telah terbukti mampu memajukan perekonomian, sebagaimana telah dibuktikan pada kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu negara-negara barat sedang mengalami zaman kegelapan (dark ages). Zaman keemasan tersebut mengalami kemunduran seiring terjadinya distorsi dari syariah Islam yang nilai-nilainya sangat universal. Karena itu penggalian nilai-nilai dan metode serta cara mengelola perekonomian secara syariah menjadi penting adanya. Apalagi permintaan terhadap metode ini merupakan kebutuhan umat dan masyarakat. Kehandalan perekonomian Islam juga telah terbukti di Indonesia, setidaknya pada saat terjadinya krisis moteter yang membawa pada krisis perekonomian dan multidimensional (1998), bank-bank syariah mampu survive dan terhindar dari krisis perbankan dan rekapitalisasi perbankan. Hal ini dikarenakan sistem syariah yang tidak memungkinkan adanya negative spread. Islam dan Ekonomi Islam merupakan agama yang syamil (menyeluruh). Dan mengatur semua aspek kehidupan manusia. Namun dalam masalah-masalah yang selalu mengalami perubahan-perubahan, Islam hanya mengaturnya secara garis besar / global. Masalah-masalah ekonomi (bisnis) dan politik merupakan bidang yang mengalami banyak perubahan. Dalam hal ini ada tiga hal yang dapat dijadikan dasar rujukan: 1. Hadist yang berbunyi: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”( HR Muslim, dari Siti Aisyah dan Anas. Ini berarti untuk urusan teknis yang tidak diatur dalam al-Quran dan Hadis, manusia dipersilahkan untuk melaksanakan dengan caranya sendiri, sesuai dengan kaidah : “pada dasarnya semua diperbolehkan, kecuali yang dilarang” 2. Keumuman dan kekekalan risalah Islamiyah Dalam konsep ekonomi Islam, dua macam ajaran dan hukum: pertama, hal-hal yang bersifat tetap dan mengikat dari waktu ke waktu selamanya, seperti golongan yang berhak menerima zakat, ahli waris, dan haramnya riba. Kedua, hal-hal yang menerima perubahan dan tunduk pada perkembangan zaman. Disinilah terbukanya pintu ijtihad dan perbedaan pendapat para mujtahid. 3. Perbedaan pendapat para ulama dan pemimpin. Perbedaan ini harus disikapi sebagai rahmat, karena kita dapat memilih diantara pendapat tersebut yang paling sesuai dengan kondisi dan kemaslahatan umat. Rancang Bangun Ekonomi Islam Ekonomi Islam dapat diibaratkan dengan sebuah rumah yang terdiri atas atap, tiang, dan fondasi. Begitu juga dengan ekonomi Islam. TAUHID AL-ADL NUBUWWAH KHILAFAH MA’AD Bangunan dalam ekonomi Islam berfondasikan 5 hal: 1. Tauhid; - Allah merupakan pemilik sejati seluruh yang ada dalam alam semesta - Allah tidak mencipakan sesuatu dengan sia-sia, dan manusia diciptakan untuk mengabdi / beribadah pada Allah 2. Al-adl (adil); - tidak mendzalimi dan tidak didzalimi - pelaku ekonomi tidak boleh hanya mengejar keuntungan pribadi 3. Nubuwwah (kenabian); - Sifat-sifat yang dimiliki Nabi SAW (Shiddiq, Tabligh, Amanah, Fathonah) hendaknya menjadi teladan dalam berperilaku, termasuk dalam ekonomi - Shiddiq: efektif dan efisien ; Tabligh: komunikatif, terbuka, pemasaran; Amanah: bertanggungjawab, dapat dipercaya, kredibel ; Fathonah: cerdik, bijak, cerdas. 4. Khilafah : - Manusia sebagai khalifah di bumi, akan dimintai pertangungjawaban - Khalifah dalam arti pemimpin, fungsinya untuk menjaga interaksi antar kelompok (muamalah) agar tercipta ketertiban - Khalifah harus berakhlaq seperti sifat-sifat Allah, dan tunduk pada kebesaran Allah SWT 5. Ma’ad (keuntungan): - keuntungan merupakan motivasi logis-duniawi manusia dalam beraktivitas ekonomi - keuntungan mancangkup keuntungan dunia dan akhirat Bertiangkan 3 hal: 1. Kepemilikan Multi jenis - Pada hakekatnya semua adalah milik Allah SWT - Berbeda dengan kapitalis maupun sosialis klasik, dalam Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan bersama (syirkah), dan kepemilikan negara 2. Kebebasan bertindak ekonomi - Pada dasarnya semua diperbolehkan kecuali yang dilarang - Hadist: Kamu lebih mengetahui urusan duniamu 3. Keadilan Sosial - Dalam rizki yang halal pun ada hak orang lain (zakat) - Keadilan social harus diperjuangkan dalam Islam, dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasr rakyatnya, dan keseimbangan social antara si kaya dan si miskin Beratapkan Akhlaq, yang berarti semuanya (perilaku) harus dilakukan dengan beretika Islam Perbedaan Sudut Pandang/ Pemikiran/ Madzhab Ekonomi Islam 1. Madzhab Iqtisaduna Aliran ini didasari oleh pandangan bahwa ilmu ekonomi yang sekarang ada (konvensional) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Teori-teori dalam ekonomi Islam seharusnya didapat dari Al-Quran dan Sunnah (konsep dekonstruksi), dan bukan ekonomi konvensional yang diadaptasikan dengan ajaran Islam. Aliran ini menolak masalah ekonomi tentang kelangkaan (scarcity) sumber daya. Masalah ekonomi terjadi karena keserakahan manusia, distribusi yang tidak merata dan ketidakadilan. Islam hendaknya punya konsep sendiri dalam ekonomi, dengan nama Iqtishad. 2. Madzhab Mainstream Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional, hanya disesuaikan dengan tuntunan Islam dalam Al-Quran dan As-Sunnah (konsep rekonstruksi). Aliran ini tetap mengakui adanya “kelangkaan” sebagai masalah ekonomi. 3. Madzhab Alternatif – Kritis Analisis kritis bukan saja perlu dilakukan terhadap sosialis dan kapitalis, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Islam pasti benar, tapi ekonomi Islam belum tentu benar, karena ekonoi Islam merupakan hasil pemikiran manusia atas interpretasinya terhadap Al-Quran dan As-Sunnah. Aliran ini mengkritisi dua madzhab sebelumnya. Aliran Iqtisaduna berusaha menemukan teori yang sudah ditemukan oleh orang lain, atau menghancurkan teori lama dan mengantikannya dengan yang baru. Madzhab Mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik, dengan menyesuaikannya dengan ajaran Islam (variabel-variabel riba, zakat, serta niat). Prinsip-prinsip Ekonomi Ilmu ekonomi lahir sebagai sebuah disiplin ilmiah setelah berpisahnya aktifitas produksi dan konsumsi. Ekonomi merupakan aktifitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di muka bumi ini, sehingga kemudian timbul motif ekonomi, yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip ekonomi adalah langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dasar-dasar ekonomi Islam adalah: 1) Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuasdicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga. 2) Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula. 3) Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar. 4) Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang lain yang membutuhkan, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki (distribusi harta). 5) Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat. 6) Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang. 7) Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja. Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut: Nilai dasar sistem ekonomi Islam: 1) Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan. 2) Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia. 3) Keadilan antar sesama manusia. Nilai instrumental sistem ekonomi Islam: 1) Kewajiban zakat. 2) Larangan riba. 3) Kerjasama ekonomi. 4) Jaminan sosial. 5) Peranan negara. Nilai filosofis sistem ekonomi Islam: 1) Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai. 2) Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan pengembangannya berlangsung terus-menerus. Nilai normatif sistem ekonomi Islam: 1) Landasan aqidah. 2) Landasan akhlaq. 3) Landasan syari'ah. 4) Al-Qur'anul Karim. 5) Ijtihad (Ra'yu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan produktifitas, serta asas manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh al-Qur'an. Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus dihindari dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomirakyat. Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak adakeuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko samasekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan ummat Islam wajib meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi Islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (Qs.83:1-6 Metodologi ekonomi Islam Ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini dicapai dengan melaksanakan syariah islam, sehingga tujuan kesejahteraan didefinisikan sebagai maqasid (tujuan-tujuan) syariah : yaitu perlindungan terhadap Agama, jiwa, akal, keturunan (Kehormatan diri) dan harta. Dengan perlindungan terhadap agama, maka menjadi tujuan pertama, karena dengan agama perilaku akan lebih terjaga melalui norma-norma yang ada. Semua langkah dalam perekonomian mengacu pada perlindungan lima hal tersebut. Namun yang menarik, bahwa harta menjadi hal terakhir yang dilindungi oleh syari’ah Islam. HARTA DAN KEPEMILIKAN HARTA 1. Pendahuluan Harta seperti didefinisikan para ulama, adalah segala sesuatu yang dimiliki dan disenangi manusia, dapat disimpan dan dimafaatkan di waktu perlu baik itu jenis barang bergerak dan barang tidak bergerak (Dr.Zuhayli,al Fiqh al Islami,4/41).Al-alamah Ibnu Khaldun menegaskan: Hakikat yang tidak dapat dipungkuri oleh siapapun bahwa harta adalah kebutuhan pokok bagi manusia baik untuk keperluan makan–minum,pakaian dan tempat tinggal. Tegasnya bahwa harta dapat memenuhi tuntutan keperluan primer,sekunder dan komplementer. Ibn Nujaim dalam kitabnya al-Bahr,mengidentifikasikan bahwa harta adalah nama yang diberikan untuk selain manusia,diciptakan untuk keperluan hidup insan,dapat disimpan dan dimanfaatkan setelah adanya ikhtiar dan usaha manusia baik secara kolektif ataupun individu,dengan demikian jadilah ia sesuatu yang berharga dan sah dimanfaatkan menurut hokum syariah. 2.Kriteria Harta Ada empat kriteria harta dapat diambil dari pendapat Ibnu Nujaim yakni: Pertama, sesuatu itu akan dianggap sebagai harta bila ada unsur usaha dan kerja yang dilakukan manusia terhadap sesuatu itu,baik secara individu ataupun kolektif.(Unsur usaha dan kerja) Kedua, sesuatu yang sudah dianggap sebagai harta akan terus memiliki sifat tersebut selama belum ditinggalkan seluruh orang. Jika sebagian orang telah meniggalkannya karena sudah tidak dapat dimanfaatkan, namun sebagian orang lain masih dapat memanfaatkan, maka itu masih disebut harta. (Unsur manfaat dan dapat disimpan) Ketiga,sesuatu yang dianggap sebagai harta harus selalu beriringan dengan sifat berharga karena dianggap sah dan halal oleh syariat. Jika ada sesuatu yang dianggap sebagai harta, namun tidak mendapat rekomendasi/bertentangan dari sisi syariah, maka benda tersebut tidak disebut harta. (Unsur Harga) Keempat,kepemilikan harta tersebut dilindungi syariah dari segala tindak criminal karena harta adalah dimuliakan dan dihormati. Namun kemuliaan dan kehormatan harta tersebut sangat terkait dengan ketentuan syariah.(Dimuliakan dan dilindungi syariah) 3.Harta dari Perspektif Maqasid Syariah Para ulama Usul Fiqh menggariskan bahwa maqasid (objective) syariah ada lima yaitu : memelihara maslahat agama, jiwa, akal, keturunan(Kehormatan diri) dan harta. Harta dan maqasid harta itu ada tiga: Pertama,sirkulasi.Harta (diukur dengan uang) dimaksudkan untuk selalu bersirkulasi dan berputar dalam proses produksi dan aktifitas ekonomi supaya selalu menghasilkan pengembalian (return) yang baik. Pada hakikatnya uang hanyalah sebagai alat tukar yang setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memilikinya. Jadi setiap tindakan menimbun harta adalah dilarang dalam Islam, sebab akan memperlambat perputaran uang yang pada nantinya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menunaikan zakat adalah salah satu jalan memasukkan uang dalam sirkulasi aktivitas ekonomi,sehingga islam akan memerangi setiap orang yang tidak mau melakukannya.Untuk menjami sirkulasi dan distribusi uang dengan baik,maka ada beberapa cara untuk melakukanya a)Islam melarang menumpuk-numpuk harta dengan tidak tidak mengeluarkan zakatnya. b)Larangan dari praktek riba c)Larangan judi (Maysir) d)Larangan menimbun (Ihtikar) e)Larangan harta menumpuk di segelintir orang f)Dihalalkan transaksi (muamalah) Kedua, jelas dan bersih (transparacy). Kepemilikan harta harus jelas dan bersih dari segala masalah yang akan mengakibatkan perselisihan pada pemiliknya. Oleh karena itu,syariah menggariskan ketentuan yang harus dipatuhi dalam hubungan transaksi. (i)Dokumen.Harus dilakukan suatu pencatatan untuk menjaminnya terlaksananya transaksi dengan baik.Hal ini sesuai dengan Al Quran,surat Al Baqarah ayat 282. (ii)Saksi.Hal inipun juga diperintahkan dalam transaksi,untuk berjaga-jaga dari kemungkinan terjadinya masalah dikemudian hari.Sesuai dengan Al Quran,surat Al Baqarah ayat 282. (iii)Jaminan.Merupakan suatu barang yang diambil dan disimpan dari transaksi kredit untuk menghindari dari masalah terjadinya wanprestasi (ingkar janji).Sesuai dengan AlQuran,surat Al Baqarah ayat 283. Ketiga, Keadilan (justice).sikap adail ini juga berarti kepemilikan harta harus adil terhadap: a. hubungan kepada Allah SWT b. jiwa dan dirinya sendiri c. orang tua/keluarga d. karyawan dan para pekerja e. Menegakkan prinsip nasihat dan mempertahankan kebenaran dan menegakkan supremasi hukum Kepemilikan Kepemilikan dalam Islam merupakan suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariat. Sehingga kepemilikan harta pun dibatassi perolehan dan penggunaannya dengan syariah. Dalam buku Bank Syariah (Antonio Syafii, 1999), pandangan Islam mengenai harta dan kegiatan ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu di muka bumi ini, termasuk harta adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia hanyalah relatif untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan-Nya. 2. status harta yang dimiliki manusia adalah: a. harta sebagai amanah (titipan; as a trust) dari Yang Menciptakan, karena hakekatnya manusia tidak dapat mengadakan harta dari tiada. b. Merupakan perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan (Q.S. Ali Imran 14; Al-Alaq:6-7). c. Harta sebagai ujian keimanan (Q.S. Al-Anfal:28). d. Harta sebagai bekal ibadah, yaitu untk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah diantara sesama manusia, terutama kegiatan zakat, infaq, dan shadaqah (Q.S. At-taubah 41,60 ; ali Imran133) 3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) dan mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. (Q.S. Al-mulk:15 ; Al-Baqarah:267; at-taubah:105; Al-Jumu’ah:105). Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya, maka sama seperti mujahid di jalan Allah (HR Ahmad) Mencari rizki yang halah adalah wajib setelah kewajiban yang lain (HR Thabrani) Jika telah melakukan shalat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rizki (HR Thabrani) 4. Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan dari kematian (Q.S. At-Takatsur:1-2), melupakan dzikrullah (dan tidak ingat Allah dan segala ketentuan-Nya – Q.S. Al-Munafiqun:9), melupakan shalat dan zakat (QS An-Nur:37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (QS Al-Hasyir :7) 5. Dilarang menempuh usaha yang haram melalui kagiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (Al-Maidah :90-91), mencuri,merampok, penggasaban (Al-maidah 38), curang dalam takaran dan timbangan (Al-Muthafiffin:1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan (Al-Baqarah:188) dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad). 8 ketentuan syariat yang mengatur mengenai kekayaan pribadi (Abdul Manan, 1970/1997) : 1. Pemanfaatan secara berkelanjutan; Islam tidak memperbolehkan memiliki kekayaan yang tidak dipergunakan. Hadist: orang yang menguasai tanah tak bertuan, tak lagi berhak menguasai bila telah 3 tahun tidak menggarapnya dengan baik. Sehingga siapa saja yang mengerjakan tanah tak bertuan akan lebih berhak atas tanah itu. Negara (Islam) dapat mencabut kepemilikan bila: o Pemilik boros dan tidak produktif o Menggunakan untuk cara tertentu dan mengabaikan cara lain (penanaman modal) o Pemusatan kekayaan yang merugikan masyarakat Hal ini dilakukakan negara dalam rangka menjaga keseimbangan dan kepentingan perekonomian. 2. pembayaran zakat; hal ini dilakukan untuk mengurangi (dan mengusahakan peniadaan) kesejangan antara si kaya dan si miskin 3. infaq; pemanfaatan yang berfaedah di jalan Allah 4. tidak merugikan orang lain. 5. kepemilikan dilakukan secara sah (baik mendapat atau menyalurkannya) 6. penggunaan yang berimbang (tidak boros dan tidak kikir) 7. pemanfaatan sesuai hak dan peruntukannya. 8. pemanfaatan untuk kepentingan kehidupan (termasuk dengan hukum waris) Riba dalam Perekonomian Larangan Riba Larangan Riba dalam Al-Qur’an penurunan wahyu Al-Qur’an bertahap sebanyak empat kali: 1. Ar-Ruum:39  menegaskan bahwa bunga akan menjauhkan keberkahan Allah dalam kekayaan, sedangkan sedekah akan meningkatkannya berlipat ganda. 39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). 2. An-Nisa:161  Mengutuk keras praktik riba dengan menyejajarkan orang yang mengambil riba dengan orang yang mengambil kekayaan orang lain dengan tidak benar dan mengancam kedua pihak dengan siksa yang amat pedih. 161. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. 3. Ali Imran 130-132  menyerukan kaum muslimin untuk menjauhi riba jika menghendaki kesejahteraan yang diinginkan (dalam makna Islam yang sebenarnya) 130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 131. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir 132. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. 4. Al-Baqarah: 275-281 mengutuk keras orang yang mengambil riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan riba, dan menuntut kaum muslimin untuk menghapuskan seluruh utang-piutang yang mengandung riba, dengan mengambil pokoknya saja dan mengikhlaskan kepada peminjam yang mengalami kesulitan. 275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. 280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 281. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Dalam hadist dijelaskan bahwa: 1. Dari Jabir r.a., Rasulullah S.A.W bersabda, ”terkutuklah orang yang menerima dan membayar riba (bunga), orang yang menulisnya, dan dua orang saksi yang menyaksikan transaksi itu.” Beliau lalu bersabda, ”mereka semua sama (dalam berbuat dosa)” (H.R. Muslim dan Tirmidzi) 2. Dari Abdullah bin Hanzalah, Rasulullah SAW bersabda, ”satu dirham riba yang diterima seseorang dan dia tahu adalah lebih buruk daripada berzina 36 kali” (H.R. Ahmad & Duruquthni) 3. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ”Akan datang suatu zaman dimana manusia akan mengambil riba dan jika ia tidak mengambilnya, debunya akan menyentuhnya.” (H.R. Abu Dawud & Ibnu Majah) 4. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ”Riba memiliki tujuh puluh cabang (dosa); yang paling kecil adalah setara dengan seorang yang menzinai ibunya sendiri” (H.R. Ibnu Majah) Arti Riba Secara bahasa  bermakna (ziyadah=tambahan) bertambah, berkembang, atau tumbuh. Catatan : namun tidak berarti semua pertambahan / pertumbuhan dalam Islam adalah haram/dilarang. Secara teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil; Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjamn-meminjam secara bathil. Ibnu Al Arabi Al-Maliki menjelaskan bahwa Riba adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah (Antonio, 1999). Dalam pengertian syariah, Riba dibagi menjadi dua : Riba Nasi’ah dan Riba al-Fadhl. 1. Riba Nasi’ah Dari kata nasaa’ yang berarti menunda, menangguhkan atau menunggu. Secara maknawi berarti mengacu kepada pembayaran ”premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman disamping pengembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan batas jatuh tempo. Riba ini mengacu pada penetapan suatu keuntungan positif di depan sebagai kompensasi pada suatu pinjaman karena menunggu. Pelarangan terhadap hal ini mutlak, tidak peduli dengan apakah digunakan untuk produktif atau konsumtif, apakah bersifat tetap atau berubah prosentasenya, apakah dibayar di depan atau di belakang, atau sebagai bentuk hadiah atau kompensasi pelayanan yang diberikan (Umar Chapra, 2000). Namun yang menjadi catatan adalah, bahwa riba berbeda dengan perdagangan. 2. Riba Fadhl Riba ini mengacu pada bentuk pertukaran yang tidak jujur dan tidak adil. Riba ini merupakan riba (tambahan) yang dilibatkan pada transaksi pembelian dari tangan ke tangan (tunai) dan penjualan komoditas. Pembahasan riba fadhl muncul dari hadist-hadist yang menuntut bahwa jika emas, perak, gandum, jelai, kurma, dan garam dipertukarkan masing-masing dengan barang yang sama, mereka harus ditukar di tempat (spot) dan dengan takaran dan timbangan yang sama dan serupa. Ada beberapa pendapat yang terkait dengan larangan pada komoditas-komoditas ini. Pada umumnya para ulama bersepakat bahwa pada dua jenis barang pertama (emas dan perak) dilarang dijadikan pertukaran dengan adanya tambahan karena barang tersebut mewakili uang. Sedang empat barang lainnya mewakili kelompok bahan pokok makanan (pada saat itu), sehingga terdapat perbedaan dalam menafsirkan larangan terhadap pertukaran dengan tambahan meskipun dengan spot pada empat bahan makanan ini. Beberapa pendapat itu adalah: 1. bahwa empat komoditas tersebut dijual dengan timbangan dan ukuran (Hanafi, Hanbali, Imami, dan Zaidi). 2. bahwa keempat barang tersebut mempunyai karakteristik dapat dimakan (Syafi’i dan Hanbali). 3. bahwa barang-barang tersebut merupakan bahan makanan yang dapat disimpan dengan lama (tanpa rusak) (Maliki). 4. terbatas pada enam komoditas tersebut saja (Zhahiri)—merupakan minoritas 5. keenam komoditas tersebut pada zaman dahulu dipergunakan sebagai uang di dalam dan di luar Madinah, terutama di kalangan orang Badui. (Menurut Umar chapra, pendapat ini paling kuat) Sehingga tambahan yang diberikan dari pertukaran uang dilarang. Yang dilakukan terhadap pertukaran komoditas yang sejenis, tapi berbeda kualitas jika ingin mempertukarkannya dengan adanya tambahan, rasulullah memberikan solusi dan arahan dengan menukarkannya dulu dengan uang sehingga nilainya jelas. Bahan diskusi: 1. apa hikmah/ pelajaran dari larangan Riba fadhl? 2. bagaiman solusi untuk menghindari riba nasi’ah? Konsep Zakat A. Definisi Zakat Secara Bahasa: 1. Bersih 2. Meningkat 3. Berkah Secara Istilah sebagian (kadar) harta dari sebagian harta yang yang telah memenuhi syarat minimal (nishab) dan rentang waktu tertentu (haul-satu tahun), yang menjadi hak dan diberikan kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat). B. Jenis Zakat a. Zakat Fitrah  2,5 kg atau 3,1 liter makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh pembayar zakat (muzakki).  waktu pembayaran adalah selama bulan Ramadan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri.  fungsi: membersihkan diri orang yang berpuasa menuju fitri b. Zakat maal (Zakat harta)  Syarat: 1. Islam 2. Merdeka 3. Milik Sempurna 4. Mencapai Nishab (batas minimal) 5. telah satu tahun/ haul (untuk beberapa jenis zakat maal)  Jenis barang, Nishab, dan zakatnya No Jenis Barang Nishab Zakat Keterangan 1. Ternak Unta 5-9 ekor 1 ekor kambing Usia 2 tahun 10-14 ekor 2 ekor kambing 2 tahun, dst Lebih dari itu zakatnya mulai 1 unta Kerbau/ lembu 30-39 ekor 1 kerbau (min) 1 ekor anakan 40-59 1 kerbau Berumur min. 2 tahun 60-69 2 kerbau Kambing 40-120 1 kambing umur 2 th 121- 200 2 kambing 201-399 3 kambing 2. Emas 20 misqal (96 gram) 2,5% Di luar perhiasan wajar Perak 200 dirham 624 gram 2,5% Perhiasan di luar kewajaran (simpanan) 20 misqal 2,5% 3 Pertanian (makanan pokok) Buah-buahan Lebih dari 5 wasaq = 200 dirham 1/10(irigasiAlam) 1/20(irigasiBiaya) Setiap panen 4 Perniagaan Analog dengan emas 93,6 gr 2,5% 1 tahun dari awal penghitungan 5 Profesi Analog dengan emas 93,6 gr 2,5% C. MUSTAHIQ Delapan (8) asnaf/kategori penerima zakat disebutkan dalam al-Qur’an, surat At-Taubah:60: ”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (amil), muallaf (yang dibujuk hatinya), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang (terlilit) hutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” D. Pengelolaan Zakat Pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam UU No.38 Tahun 1999, ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 tahun 2003 Konsumsi Prinsip Konsumsi* - Konsumsi sering diartikan dengan kegiatan untuk memanfaatkan/ menghabiskan suatu produk dalam rangka memenuhi kebutuhan/keinginan. - Konsumsi merupakan salah satu kegiatan ekonomi selain produksi dan distribusi. - Konsumsi terkait dengan permintaan sedangkan produksi terkait dengan penawaran. - Semakin tinggi tingkat peradaban/ modernitas, semakin tinggi pula kebutuhan / keinginan. Dunia barat/ ilmu konvensional mengukur kesejahteraan dengan ukuran material; sejauh mana kebutuhan/ keinginan manusia tercapai (yang sering dijadikan ukuran adalah materi) - Perbedaan antara ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata dalam pola konsumsi modern. - Etika ekonomi Islam berusaha mengurangi kebutuhan (keinginan) luar biasa banyak (tak terbatas) tentang materi, dengan kepentingan/ kepuasan peran spiritual-batiniah. - Konsumsi dalam Islam dikendalikan oleh lima prinsip; a. Prinsip keadilan Makananyang dikomonsumsi hendaknya tidak membahayakan, bahkan memberi manfaat lebih secara fisik dan spiritual. Seperti bangkai dan babi dilarang karena membahayakan secara fisik, sedang binatang yang disembelih untuk persembahan selain Allah, dilarang karena membahayakan secara spiritual. b. Prinsip kebersihan Harus baik dan cocok untuk dimakan (dikonsumsi), tidak kotor dan menjijikkan c. Prinsip kesederhanaan Tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan kebutuhan d. Prinsip kemurahan hati Menyadari bahwa dalam apa yang kita dapat merupakan pemberian/ kemurahan hati Allah Swt. Sehingga perlu pula bermurah hati dengan membagi rizki tersebut dengan yang lain (membutuhkan) e. Prinsip moralitas Konsumsi yang dilakukan hendaknya juga memperhatikan peningkatan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. 5.1. Prinsip-prinsip dan Faktor-faktor produksi dalam Islam - Prinsip yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Hal ini dicapai melalui peningkatan manfaat yang dihasilkan dari proses produksi (a.l.bentuk, waktu, tempat) - Keunikan “kesejahteraan” dalam Islam tidak hanya melihat dari sisi materil ‘uang’ saja, namun pada keseluruhan maqasid syariah, yaitu kemaslahatan agama, jiwa, akal, keturunan/kehormatan, dan harta. - Konsep kesejahteraan Ekonomi Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum –baik manusia maupun benda- termasuk ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi (Abdul Mannan, 1993) - Sistem produksi islami dikendalikan oleh kriteria objektif (tercermin dengan nilai uang yang dihasilkan) dan kriteria subyektif (kesesuaian dengan syariah Islam/ Al-Qur’an dan Al-Hadist) Bentuk operasional dari prinsip-prinsip ini antara lain: - dilarang memproduksi barang haram - dilarangnya bunga dan riba - dianjurkannya kerjasama Faktor-faktor produksi; 1. Tanah (land)/ Sumber daya (Material) Sewa 2. Modal / Uang (Money) Bunga / Bagi hasil 3. Tenaga Kerja (Man) Upah 4. Keahlian (Skill) / Metode (Method) Laba Faktor-faktor produksi dalam Islam tidak berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional, karena perbedaan ekonomi Islam dan konvensional bukan pada ilmu ekonominya namun pada filosofi ekonominya (Adiwarman, 2002). Modal, Bunga, dan Bagi hasil Namun perbedaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus / unik adalah pada sumber daya modal/ uang, karena dalam konvensional diberlakukan sistem bunga sebagai imbalan modal. Sedang dalam system Islam imbalannya didadasarkan adalah dengan bagi hasil (baik profit sharing, maupun revenue sharing). 5.2. Kurva biaya, penerimaan, dan efisiensi produksi - Bunga akan mempengaruhi (manaikkan) TC, karena pengakuan bunga sebagai biaya (sebagai bagian -menambah- biaya tetap ) - Bagi hasil akan berpengaruh pada kurva TR. a. Untuk revenue sharing, Kurva TR akan mendekati sumbu X (Q) dengan sumbu awal tetap pada titik nol, sehingga menggeser BEP ke kuantitas (Q) yang lebih besar –sebagaimana bunga. b. Untuk profit sharing, kurva TR akan berputar cenderung ke sumbu X, dengan poros tetap pada kuantitas BEP (BEP tetap). -Pada musyarakah, sebelum BEP (kondisi kerugian), kerugian akan dibagi. -Sedang dalam mudarabah, sebelum BEP (kondisi kerugian), kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal. Karena pelaksana telah rugi tenaga (yang merupakan kontribusinya). Mekanisme Pasar Islami A. Pemikiran Ilmuwan Muslim 1. Abu Yusuf (731-798) Abu Yusuf merupakan mufti pada zaman khalifah Harun Al-Rasyid. Ia diminta oleh Khalifah untuk menulis kitab yang mengatur mengenai perpajakan. Kitab ini kemudian diberi nama Al-Khara.j. Pemahaman pada zaman itu mengatakan bahwa: bila tersedia sedikit barang, harga akan mahal. Sebaliknya, bila tersedia banyak barang, harga akan murah. Pernyataan dalam kitab tersebut antara lain: “ Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah tetapi mahal, kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”(Abu Yusuf, kitab Al-Kharaj, Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1979, hal.48) Tampak bahwa Abu Yusuf menyangkal pendapat umum saat itu, mengenai hubungan terbalik antara penawaran dan harga. Karena harga tidak bergantung pada kekuatan penawaran (prosuksi) saja, tapi juga pada permintaan. Tidak dijelaskan mengenai variable-variabel lain yang mempengaruhi, seperti pergeseran permintaan, jumlah uang beredar, dan penimbunan barang. Menurut Nejatullah Siddiqi, ucapan Abu Yusuf harus diterima sebagai pengamatannya saat itu, yaitu melimpahnya barang, dan tingginya harga, serta kelangkaan barang dan harga rendah. 2. Al-Ghazali (1058-1111) Kitabnya Ihya Ulumuddin Menurutnya, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami“: Dapat saja petani hidup ditempat alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alami, mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut, atau sebaliknya. Keadaan itu, menimbulkan masalah: oleh karena itu, secara alami pula, orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat disatu pihak dan tempat penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi oleh pembeli, sesuai kebutuhan masing-masing. Sehingga terbentuklan pasar. Petani, tukang kayu, dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter, juga terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan satu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap persediaan.  masalah dari barter  asal-usul timbulnya pasar  asal-usul timbulnnya pedagang  motivasi laba Pernyataan mengenai bentuk kurva penawaran; ‘Jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjual pada harga yang lebih murah.’ Perdagangan regional: Selanjutnya praktek ini terjadi diberbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat, makanan, dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota dimana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan terhadap alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan, dan keuntungan ini akhirnya dimakan oleh orang lain juga. Elastisitas permintaan makanan yang inelastic: Karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan kauntungan yang besar. Keuntungan semacam ini seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Pada saat itu, keuntungan sering dikaitakn secara langsung dengan harga.Belum diakitkan jelas dengan pendapatan dan biaya. Al-Ghazali mendefinisikan keuntungan dengan :kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri pedagang. 3. Ibnu Taimiyah (1263-1328) Kitabnya Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam dan Al-Hisbah fi Al-Islam. Masyarakat saat itu menganggap bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan atau tindakan melanggar hukum (Islam) ataupun manipulasi pasar oleh penjual. Dibantah oleh Ibnu Taimiyyah: Bisa jadi penyebabnya adalah supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, penurunan jumlah impor barang yang diminta, dan juga tekanan pasar. Hal ini menyebabkan penawaran yang menurun, dengan kenaikan permintaan sehingga harga meningkat. Kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan tindakan yang adil maupun tidak adil. Penawaran barang bisa dari produksi domestic maupun impor. Sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah. Faktor pengubah pergeseran kurva permintaan dan penawaran dapat digolongkan menjadi 2 faktor besar: tekanan pasar yang otomatis, dan perbuatan melanggar hokum dari penjual (seperti penimbunan). Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran: 1. Intensitas dan besarnya permintaan; 2. kelangkaan atau melimpahnya barang 3. kondisi kepercayaan; jika ada kepercayaan maka penjual akan merasa senang bertransaksi, termasuk dengan memberi kredit. Namun jika tidak percaya, penjual akan memasang harga tinggi. 4. diskonto dari pembayaran tunai  Ibnu Taimiyah tidak saja mengakui kekuatan permintaan dan penawaran , tapi juga insentif, disinsentif, ketidakpastian, dan risiko dalam transaksi pasar. Juga mendukung kebebasan keluar-masuk pasar: Dengan menyatakan haramnya memaksa orang menjual barang yang tidak diharuskan untuk menjualnya, dan melarang menjual barang yang diperbolehkan untuk dijual. Mengkritik kolusi antara pembeli dan penjual. Menentang peraturan yang berlebihan ketika pasar secara aktif bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dalam pasar yang tidak sempurna, bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dari harga normal, padahal masyarakat membutuhkannya, maka penjual diharuskan menjual pada harga ekuivalen/ adil (makanan dan kebutuhan pokok lainnya), pemerintah harus turun tangan menentang monopoli. 4. Ibnu Khaldun (1332-1404) Kitabnya Muqaddimah. Ia menulis khusus bab “harga-harga di kota” Membagi barang menjadi dua jenis: Barang pokok dan pelengkap. Bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak (kota besar), pengadaan kebutuhan pokok akan menjadi prioritas. Permintaan akan besar, orang akan berusaha memenuhi kebutuhannya, sehingga mempunyai surplus yang besar melebihi kebutuhan mereka, sehingga harga akan murah. Kota kecil dengan penduduk sedikit, bahan makanan akan sedikit karena suplai kerja sedikit, sehingga orang khawatir kehabisan makanan, maka cenderung akan menyimpan dan mempertahankan makanan yang mereka miliki. Persediaan bagi mereka sangat berharga, dan orang yang membelinya harus membayar mahal. Barang pelengkap lainnya, seperti bumbu, buah, dan lain sebagainya merupakan bahah yang bersifat umum. Untuk memperolehnya tidak membutuhkan/ mengerahkan semua atau sebagian besar penduduk. Bila masyrakat telah makmur, padat pemduduk, penuh kemewahan, akan timbul kebutuhan besar akan barang-barang diluar kebutuhan sehari-hari. Tiap orang akan membeli sesuai dengan kesanggupannya. Jumlah pembeli meningkat sekalipun persediaan barang sedikit, sedang orang kaya berani membayar tinggi, sebab kebutuhan makin besar. Ini akan menyebabkan kenaikan harga (barang pelengkap) Jugadijelaskan mengenai pengaruh pajak terhadap harga; Harga dikota lebih mahal daripada di padang pasir karena dipungutnya atas bahan makanan si pasar-pasar dan di pintu-pintu kota demi raja, dan para penarik pajak menarik keuntungan dari transaksi bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Juga dikatakan: - Ketika barang yang tersedia sedikit, barang akan naik, namun bila jarak antar kota dekat dan aman, banyak barang yang diimpor, sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga akan turun. - Keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Keuntungan rendah akan membuat lesu perdagangan, karena motivasi pedagang menurun. Keuntungan yang sangat tinggi akan melesukan perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah. KONSEP MEKANISME PASAR ISLAMI - Penentuan harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Diriwayatkan oleh Anas, harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: Wahai Raslullah tentukanlah harga untuk kita. Rasulullah menjawab: Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah, dan pemberi rizki. Aku berharap dapat bertemu Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta (Al-Tirmidzi, Al-Buyu’, bab 73, dan Sunan Abu Dawud Al-Buyu’, bab 5) - Pertermuan permintaan dan penawaran tersebut dilakukan dalam keadaan rela sama rela (tidak ada paksaan, aniaya; senang diatas kesediahan orang lain) - Monopoli, duopoly, oligopoly (dalam arti jumlah penjual yang terbatas) tidak dilarang selama tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan normal. Keuntungan normal akan mendorong produsen baru untuk masuk, hingga keuntungan akan nihil keuntungan pun akan dikendalikan oleh mekanisme pasar. - Islam mengatur persaingan dilakukan secara adil. Praktek bisnis yang menimbulkan ketidakadilan, dan dilarang antara lain: a. Talaqqi Rukban; pedagang membeli barang penjual sebelum masuk ke kota. Mereka melakukan entry barrier dan memanfaatkan ketidaktahuan penjual dari kampong, sehingga menimbulkan pasar yang tidak kompetitif., b. Mengurangi timbangan c. Menyembunyikan barang cacat d. Menukar kurma kering dengan basah e. Menukar satu takar kurma bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang/ rendah. Rasul menyuruh menjual dulu, kemudian membeli dengan uang. f. Najasy; transaksi menyuruh orang lain memuji barangnya agar orang lain tertarik membeli dengan harga tinggi. g. Ikhtikar; yaitu melakukan penimbunan (menjual lebih sedikit barang) untuk mendapatkan harga yang tinggi, dalam rangka mengambil keuntungan diatas keuntungan normal h. Ghaban fa hisy; menjual diatas harga pasar (sangat tinggi/ harga tipu) karena ketidaktahuan si pembeli. i. Dinamika Dan Tatanan Sosial-Ekonomi Islam Umar Chapra, 2001, The Future of Economics: An Islamic Perspective, SEBI, Jakarta. Hal 150-177; bab Dinamika Sosial Ekonomi dalam Ilmu Ekonomi Islam Klasik I. Kontribusi Pemikiran Ibnu Khaldun 1. Apa yang menjadi fokus pemikiran Ibnu Khaldun? 2. Gambarkan model yang dapat mewakili pemikiran Ibnu Khaldun, dan jelaskan variabel-variabel yang ada dalam model tersebut! 3. Jelaskan hubungan antara masyarakat, keadilan, dan negara/ kekuasaan politik! 4. Bedakan antara Welfare state Islami, Sekuler, dan laissez-faire yang dikemukakan Ibnu Khaldun! 5. Sebutkan program/peranan yang harus dilaksanakan oleh Welfare state Islam! 6. Sebutkan peranan syariah yang dikemukakan Ibnu Khaldun dalam negara-masyarakat Islam 7. Jelaskan bahwa Syariah dapat menjadi variabel terikat dikaitkan dengan masyarakat dan negara sebagai variabel independen. 8. Jelaskan sumbangan pemikiran Ibnu Khaldun untuk mengembangkan kesejahteraan dan pembangunan! 9. Jelaskan bagaimana korupsi dapat terjadi! 10. Jelaskan bagaimana pemerintahan yang berkuasa bisa jatuh? II. Al –Maqrizi 1. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat dan kenegaraan pada masa Al-Maqrizi? 2. Bagaimana solusi yang dikemukakan oleh Al-Maqrizi untuk mengatasi krisis sistem? III. Shah Waliyullah Al-Dihlawi 1. Jelaskan sumbangan pemiliran Shah Waliyyullah Al-Dihlawi IV. Apakah persamaan sumbangan pemikiran ketiga ilmuwan klasik tersebut? Uang Dalam Ekonomi Islam Perbedaan Konsep uang dalam pandangan Islam dan Konvensional Konsep Islam Konsep Konvensional • Uang tidak identik dengan modal • Uang adalah public goods • Modal adalah private goods • Uang adalah flow concept • Modal adalah stock concept • Uang tidak masuk dalam fungsi utilitas, hanya sebagai alat tukar dan unit penghitung • Uang sering diidentikkan dengan modal • Uang (modal) adalah private goods • Uang (modal) adalah flow concept –bagi Fisher • Uang (modal) adalah stock concept -bagi Cambridge School • Fungsi utility: - Klasik: fungsi utility tidak langsung - Neo-klasik: fungsi utility langsung Fungsi Uang Dalam ekonomi konvensional, fungsi uang ada 3: 1. Medium of Exchange (alat pertukaran) 2. Unit of Account (unit penghitung) 3. Store of value (penyimpan nilai/kekayaan) Dalam Ekonomi Islam, uang hanya berfungsi sebagai: 1. Medium of exchange 2. Unit of Account Perubahan Fungsi Uang Tiga tahap dalam perkembangan fungsi uang: 1. Commodity Money; sebagai alat pertukaran yang dapat mempunyai nilai komoditas jika commodity tersebut digunakan bukan sebagai uang. Tiga hal penting yang harus diperhatikan: a. Kelangkaan b. Daya tahan c. Mempunyai nilai tinggi, sehingga tidak perlu jumlah banyak (kuantiti) dalam melakukan transaksi 2. Token Money; paper notes dan mata uang (uang legal=M1) bermula dari Goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para bankir menyadari meminjam komoditi (emas dan perak) dan mengeluarkan tanda penerimaan akan menghasilkan keuntungan. Sejalan dengan waktu, uang jenis ini digantikan dengan 3. Deposit money; cheque (cek) yang berkembang menjadi kemampuan bank untuk menciptakan uang baru (deposit), melebihi notes (uang kertas) dan coin (uang logam) –token atau legal money Uang dalam Fungsi Utility Klasik Neo-Klasik Konsep Islam Fungsi utility tidak langsung (indirect utility function) Fungsi utility langsung (direct utility) Tidak masuk dalam fungsi utility, karena hanya sebagai alat pertukaran dan unit penghitung, dan tidak lebih Time Value of Money dan Economic Value of time Filosofi dan maknanya adalah : nilai uang sekarang lebih berharga daripada nilai uang dalam jumlah (nominal) yang sama di masa mendatang karena uang sekarang dapat diinvestasikan dan mendapat return, sehingga jumlah (nominalnya) akan lebih banyak. Padahal dalam investasi (bisnis) return dapat positif, negatif, ataupun nol. Dua alasan yang sering digunakan dalam penggunaan konsep ini: a. keberadaan inflasi b. kecenderungan untuk lebih menyenangi konsumsi saat ini daripada konsumsi di masa mendatang (jumlah yang sama) Formulanya: FV = PV (1+i)n Formula ini diambil dari teori pertumbuhan sel, dan uang bukanlah mahluk hidup Dalam konsep ekonomi Islam, time value of money tergantikan dengan Economic Value of Time, konsep ini dilandasi filosofi: Time (waktu) mempunyai nilai ekonomis jika dan hanya jika waktu tersebut digunakan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return. Return on capital ini tidak sama dengan return on money karena terkait dengan sektor riil, sedang return on money terkait dengan interest rate. Uang dan Emas Pada zaman Nabi Muhammad SAW, uang yang digunakan adalah Dinar dan Dirham (emas dan perak). Pada zaman ini, sebenarnya uang dicetak oleh Romawi, dan Nabi tidak merekomendasikannya untuk dirubah (hadist af’al/taqrir) Sejarah Inflasi Inflasi (turunnya nilai mata uang; kecenderungan naiknya harga secara umum) telah terjadi sejak dahulu. Kerajaan Byzantium telah mengalami inflasi karena berusaha mengumpulkan emas sebanyak-banyaknya dengan menekan impor dan mendorong ekspor sebanyak-banyaknya. Hal ini juga yang terjadi di Eropa dengan kebijakan Merkantilisme dan penjajahan yang mengagungkan gold (selain glory dan gospel). Bahkan pada saat zama Islam mengalami masa keemasan, di Irak sebagai pusat pemerintahan pun mengalami inflasi. Eropa pada abad pertengahan bahkan sering mengalami inflasi karena banyak sebab yang kompleks, seperti penurunan produksi, pertanian, pajak yang berlebihan, kenaikan tekanan penduduk, manipulasi pasar, high labor cost, pengangguran, kemewahan yang berlebihan, perang berkepanjangan, embargo, dan pemogokan pekerja. Menurut Adiwarman dalam buku Ekonomi Makro-nya, disebutkan bahwa inflasi terjadi di manapun, terhadap mata uang apapun (termasuk emas), dan pada periode kapanpun. Namun demikian, menurut para ekonom, inflasi yang wajar dan moderat adalah lebih baik daripada deflasi. Inflasi yang moderat ini adalah inflasi yang rendah, yaitu antara 0-4 persen, ada juga yang membatasinya dengan inflasi satu digit. Dampak negatif inflasi menurut para ekonom muslim adalah: 1. menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan 2. melemahkan sikap menabung dan mendorong meningkatkan konsumsi belanja, khususnya untuk produk non-primer 3. mengarahkan investasi kepada non-produktif, seperti tanah/ bangunan, logam mulia, dan mata uang asing 4. menyebabkan masalah-masalah akuntansi, seperti: apakah penilaian aktiva dinilai dengan harga/biaya historis atau aktual?; pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner; dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (indek) unutk mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat. Teori Inflasi Islam Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad bin Ali Al Maqrizi (1364-1441 M), yang merupakan salah satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi menjadi dua: a. inflasi karena berkurangnya persediaan barang dibandingkan (meningkatnya) kebutuhan barang (natural inflation) b. inflasi karena kesalahan manusia (human error inflation) Analisa terhadap natural inflation ini dapat menggunakan persamaan Irving Fisher: MV = PT Di mana : M : jumlah uang beredar V : kecepatan peredaran uang P : tingkat harga T : jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan Natural inflation ini dapat diartikan sebagai berikut: 1. gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi (T terganggu), sedang M dan V tetap 2. naiknya daya beli masyarakat secara riil, sehingga meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga meningkatkan peredaran uang (V meningkat), sedang M dan T tetap Human Error Inflation menurut Al-Maqrizi disebabkan tiga hal: 1. korupsi dan administrasi yang buruk korupsi akan meningkatkan harga karena meningkatkan harga produksi melalui ’biaya siluman’ yang ditarik (oknum) pemerintah. Dengan administrasi yang buruk yang menyebabkan korupsi akan menciptakan kanker bagi perekonomian yang menyebabkan inflasi. 2. pajak yang berlebihan (excessive tax) pajak yang berlebihan akan meningkatkan harga karena pajak sebagai beban tetap bagi produksi 3. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage) Pencetakan uang yang berlebihan (yang mendorong penguasa untuk mencetak uang yang dikuasainya, dan mengambil keuntungan) akan mendorong peningkatan jumlah uang beredar, sehingga menimbulkan inflasi Jenis Uang Dalam Ekonomi Islam, dikenal pembagian jenis uang sebagai berikut: No Jenis Uang Keterangan Necessary Condition Sufficient Condition 1 Full Bodied Money Uang dalam logam berharga (dinar/emas dan dirham/perak asli) yang nilai instrinsiknya = nilai nominal - - 2 100% reserve Uang tidak dalam logam bergharga, tapi dijamin 100% dengan logam berharga Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran - 3 Partial reserve Dijamin dengan logam berharga tapi hanya sebagian Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran Pemerintah harus menjaga nilainya 4 Token Money Uang logam bukan dari logam mulia (disebut juga fulus; dari tembaga) - Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran - Pemerintah harus menjaga nilainya Pemerintah harus mencegah dan melarang perdagangan uang 5 Fiat Money Uang terbuat dari kertas sebagai penganti uang logam karena keterbatasan bahan logam; pertama terjadi di Cina oleh Kaisar Hsien Tsung - Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran - Pemerintah harus menjaga nilainya Pemerintah harus mencegah dan melarang perdagangan uang Pemerintah harus mencegah dan melarang peredaran uang palsu 6 Bank Money Seperti Cek, Giroatau bentuk lainnya produk bank untuk perintah pembayaran sejumlah uang N/A (bukan uang) N/A (bukan uang) Pendapat sejumlah ulama Islam mengenai jenis-jenis uang ini: Al-Maqrizi - Kenaikan harga umumnya dalam bentuk fulus, bukan dalam dinar/emasnya Ibnu Khaldun (1332-1402) - Pemerintah dapat mencetak uang bukan dari logam mulia asal nilainya dikaitkan dengan emas-perak Ibnu Taimiyyah (1263-1328) - Melarang pemerintah mengambil keuntungan (seinorage) dari kegiatan pencetakan uang - Jika fulus dibiarkan beredar sebagai alat tukar, maka dinar (emas) dan dirham (perak) akan menghilang dari peredaran, namun tidak melarang penggunaan fulus Al-Ghazali (1058-1111) - Uang yang beredar tidak dari logam mulia dibolehkan asalkan pemerintah: menyatakan sebagai alat pembayaran resmi, wajib menjaga nilainya, dan memastikan tidak ada perdagangan uang - Pencetakan dan pengedaran satu dirham uang palsu lebih berbahaya daripada pencurian 1000 dirham KEBIJAKAN MONETER Sejarah Kebijakan Moneter Islam Sistem keuangan pada jaman Rasullullah SAW menggunakan system bimetallic standart yaitu emas dan perak (dinar dan dirham). Nilai uang ini pada masa Rasulullah SAW relative stabil dengan perbandingan 1:10. Namun juga pernah mengalami gangguan karena disequilibrium demand and supply, seperti pada zaman pemerintahan Umayyah perbandingannya menjadi 1:12, dan Abbasiyyah 1:15. bahkan pada masa yang lain mencapai nilai terendahnya 1:35 sampai 1-50. Perkembangan emas sebagai standard dari uang beredar ini mengalami tiga kali evolusi: 1. the gold coin standart; dimana logam mulia menjadi uang yang aktif digunakan. 2. the gold bullion standart; dimana logam emas bukanlah alat tukar, namun otoritas moneter menjadikan emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar yang beredar. 3. the gold exchange standart (Bretton Woods system); dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat, telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak di back-up oleh uang emas. Manajemen Moneter Islam Secara umum, kebijakan moneter dapat diartikan sebagai kebijakan pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui peredaran uang. Dalam ekonomi konvensional, cara pengendalian ini menggunakan instrumen suku bunga. Instrumen bunga ini digunakan untuk mengendalikan permintaan uang, khususnya untuk kebutuhan spekulatif. Dalam ekonomi syariah/ islam, tidak dikenal dan diperbolehkan adanya bunga. Karena itu dalam kebijakan pengendalian jumlah uang beredar (moneter) dalam Islam digunakan tiga variabel utama: 1. nilai-nilai moral  akan mengurangi tingkat konsumsi yang boros, sehingga termasuk pula mengurangi tingkat spekulasi (karena ketamakan) dan memperbesar tingkat distribusi yang adil. 2. lembaga-lembaga sosial-ekonomi dan politik, termasuk mekanisme harga.  dengan pengendalian melalui mekanisme harga untuk meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya. Sedangkan dengan tingkat bunga, akan memperbesar konsumsi yang tidak perlu (diluar batas kemampuannya) daninvestasi yang kurang produktif-cenderung spekulatif. 3. tingkat keuntungan riil sebagai pengganti suku bunga.  dengan tingkat keuntungan yang diberikan secara riil, perekonomian juga akan berjalan secara riil dan adil, juga mendorong penggunaan modal secara efisien dan produktif. Permintaan uang KEBIJAKAN FISKAL Kebijakan fiscal adalah suatu kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran Negara yang digunakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu fungsi kebijakan fiscal adalah untuk mengurangi kesenjangan dan mendistribusikan kesejahteraan secara adil antara golongan kaya dan miskin. Hal ini dilakukan melalui mekanisme pengenaan pajak yang relatif besar terhadap golongan kaya dan mendistribuikan kepada yang miskin melalui: 1. transfer tunai. Hal ini dilakukan melalui tunjangan / uang transfer. Contohnya seperti bantuan beasiswa, Bantuan Langsung Tunai (BLT), pelayanan kesehatan gratis, dll. 2. bantuan langsung berupa barang. Contoh: bantuan perumahan. Struktur penerimaan dan pengeluaran (lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-APBN) Indonesia: I. Struktur Penerimaan 1. pajak 2. non-pajak: seperti pendapatan dari BUMN, SDA. II. Belanja Negara 1. belanja rutin 2. belanja non-rutin/ pembangunan III. Pembiayaan Anggaran Pembiayaan anggaran ini dilakukan dalam rangka menutup defisit, baik dilakukan dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam struktur APBN Pemerintahan Islam di jaman rasulullah SAW dan Khulafauurrasyidin adalah sebagai berikut: Penerimaan Pengeluaran 1. Kharaj 2. zakat 3. Khums 4. Jizya 5. Penerimaan lain 1. penyebaran Islam 2. Pendidikan dan kebudayaan 3. pengembangan ilmu pengetahuan 4. pembangunan infrastruktur 5. pembangunan armada perang dan keamanan 6. penyediaan layanan kesejahteraan sosial Penjelasan sumber penerimaan negara Islam: 1. kharaj: pajak terhadap tanah (semacam PBB). Kharaj ini merupakan sumber pendapatan pertama kali diperkenalkan pada jaman Rasulullah SAW. Namun kharaj ini dibebankan berdasarkan tingkat produktifitas tanah. Kharaj ini dikenakan baik pada masyarakat muslim maupun non-muslim. Besarnya kharaj yang dibayarkan in bergantung pada: a. karakteristik tanah/ kesuburan tanah b. jenis tanaman c. jenis irigasi 2. Zakat (telah dibahas dalam beberapa pertemuan sebelumnya) 3. Khums. Khums ini didefinisikan secara berbeda oleh para ulama: Syi’ah: semua pendapatan dikenakan khums sebesar 20% dari semua pendapatan Sunni : khums sebesar 20% ini dikenakan untuk harta rampasan perang saja Imam Abu Ubaid; tidak hanya dikenakan bagi rampasan perang, tapi juga bagi barang temuan (rikaz) dan barang tambang. 4. Jizya. Adalah semacam pajak yang dikenakan bagi masyarakat non-muslim (sebagai pengganti zakat)untuk kompensasi yang didapat dari layanan sosial-masyarakat, layanan kesejahteraan, dan perlindungan dan keamanan. Jumlah jizya ini minimal sama dengan zakat bagi muslim 5. Penerimaan lain. Seperti kaffarah atau denda. Penjelasan mengenai jenis pengeluaran negara Islam: 1. Penyebaran Islam. Da’wah Islam menjadi pertimbangan penting pengeluaran pemerintah Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga moralitas dan ahlaq perilaku dalam segala hal, termasuk ekonomi. Dengan perluasan penyebaran Islam pun akan berakibat baik pada perekonomian, setidaknya pada: a. meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam permintaan maupun penawaran secara keseluruhan (AD dan AS) b. meningkatkan pendapatan baitul maal 2. Pendidikan dan Kebudayaan. Perhatian ini diberikan untuk meningkatkan kualitas SDM 3. Pengembangan ilmu Pengetahuan. Saat Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, pengembangan ilmu pengetahuan ini dilakukan yang banyak adalah pada alat dan armada peperangan. 4. Pembangunan Infrastruktur. Pada zaman Rasulullah diantaranya dibangun sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pada zaman Khulafauurrasyidin, khussunya pada zaman Umar, dilakukan pembangunan dua kota dagang, yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Romawi) dan Kufah (pintu masuk perdagangan dengan Persia). Umar bin Khattab juga memerintahkan kepada Gubernur Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 untuk pengeluaran infrastruktur. Dengan memperbesar infrastruktur, maka akan meningkatkan kaapsitas perekonomian. Dengan meningkatnya kaapsitas perekonomian, maka akan denderung menekan inflasi (dapat disimuasikan dengan rumus Irving Fisher: MV=PT), dengan meningkatkan T, akan cenderung menekan kelajuan P. 5. Pembangunana armada perang dan keamanan memang membutuhkandana yangbesar. Namun hal ini penting untuk menjaga misi da’wah dan keamaanan umat Islam. 6. Penyediaan layanan kesejahteraan sosial. Layanan kesjahteraan ini khususnya diarahkan pada masyarakat yang tergolong fakir dan miskin. Hal ini dilakukan baik dengan memberikan mereka jaminan kebutuhan pokok (bahkan selama satu tahun),. Juga dilakukan untuk mengangkat mereka dari fakir-miskin menjadi golongan mid-income, yang setidaknya mengarah kepada golongan Muzakki. DAFTAR PUSTAKA • Adiwarman Azwar Karim, 2002, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonesia, Jakarta. • Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islami, IIIT Indonesia, Jakarta. • Abdul Mannan, (1970),Teori dan Praktik Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. • Ahmad Rofiq , 2004, Fiqh Kontekstual:dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Pustaka Pelajar, Semarang • Anonim, 2001, Modul Dasar Ekonomi Islam, Kelompok Studi Ekonomi Islam Rohis FE Undip, Semarang. • Umar Chapra, 2001, The Future of Economics: An Islamic Perspective, SEBI, Jakarta. • Umar Chapra, , Sistem Moneter Islam, Salemba Empat, Jakarta.
SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar: